Rabu, 17 September 2008

3 Kunci Agar Lebih Mudah Memberi Maaf (Tak Ada Lagi Sakit Hati)


Anda pasti pernah tersinggung, marah dan sakit hati. Ya, semua orang pernah merasakannya. Sakit hati bisa terjadi karena fitnah, pengucilan, penganiayaan, perlakuan semena-mena, ditipu, dituduh dan lain sebagainya. Orang yang menyakiti kita pun bisa siapa saja: pasangan (suami/istri), anak, teman, tetanga, famili, atau rekan kerja kita. Alhasil, dimana saja kita bisa tersingung, marah dan sakit hati – di rumah, lingkungan tempat tinggal, kantor (tempat kerja), bahkan di pinggir jalan dan tempat-tempat umum lainnya.

Bagaimana sikap anda saat ada orang lain yang membuat anda benci dan sakit hati? Misalnya, anda sedang berjalan di pinggir jalan, lalu tiba-tiba ada pengendara sepeda motor yang menyerempet anda? Atau, bos anda memaki-maki anda hanya karena persoalan sepele?

Saat diperlakukan salah biasanya kita merasa jengkel, benci, dendam dan sulit memaafkan. Kita berpikir, memaafkan itu (nyaris) tak ada gunanya. "Enak saja dia. Dia kok yang salah mengapa saya harus memberi maaf?" Mungkin kata-kata ini yang terucap di dalam batin. Kadang tanpa sadar, kita ingin menghukum orang yang bersalah kepada kita dengan tidak memberi maaf. Memberi maaf dalam pandangan kita berarti membebaskan orang yang bersalah dari rasa bersalahnya. Karena itu, memberi maaf lebih untuk kebaikan orang yang berbuat salah daripada kebaikan orang yang disakiti.

Kita tidak rela orang yang menyakiti kita terbebas dari hukuman begitu saja. Bagi kita, orang yang berbuat salah harus lebih dulu menerima balasan yang setimpal (bahkan kalau bisa lebih parah?), agar ia merasakan penderitaan yang sama dengan yang kita rasakan.

Tapi bagaimana pun, marah, benci, apalagi dendam (baca: tidak memaafkan) tidaklah menyenangkan. Bahkan, orang yang membenci dan dendam pasti tersiksa secara emosional. Pikiran jadi tidak tenang dan hati tidak bisa merasa damai; bahkan bisa mengakibatkan sakit (yang disebut psikosomatis).

3 Kunci Rahasia

Lantas bagaimana caranya agar kita bisa lebih mudah memaafkan orang yang bersalah kepada kita? Apa yang perlu kita ketahui dan lakukan agar terbebas dari rasa tidak nyaman dan tersiksa karena sakit hati? Berikut ada tiga kuncinya.

Pertama, kita perlu memahami, meskipun orang yang berbuat salah kepada kita harus menerima balasan atas perbuatannya, tidak berarti kita yang harus atau berhak menghukumnya. (NB: bedakan antara 'menghukum' dan 'membela diri'). Orang yang bersalah memang pantas dihukum, tapi siapa yang melakukannya, dimana dan kapan, itu bukan urusan kita.

Lagi pula, tidak memberi maaf tidak berarti menghukum. Kenyataannya, orang yang kita benci atau dendam ada yang – bahkan seringkali – tidak merasa bersalah dan tenang-tenang saja. Sebaliknya kitalah yang terbebani secara emosi. Emosi negatif ini kita bawa kemana-mana, bahkan saat orang yang kita benci tidak ada di hadapan kita. Setiap kali kita teringat kejadian atau orang yang kita benci, perasaan itu kembali muncul seketika.

Kedua, memberi maaf tidak berarti membebaskan orang yang kita maafkan dari balasan atas kesalahannya. Memberi maaf juga tidak berarti melepaskan orang yang bersalah dari hukuman formal, jika misalnya kesalahannya itu melanggar hukum positif. Kita bisa memafkan orang yang menganiaya anak kita, misalnya, sekaligus si pelaku menjalani hukuman penjara.

Penerimaan hukum formal oleh orang yang melakukan kejahatan tidak otomatis membuka pemberian maaf. Buktinya, ada saja orang yang tetap tidak mau memaafkan orang lain meskipun yang bersangkutan sudah menjalani hukumannya. Kalaupun ada, itu hanya karena ego yang terlalu besar. Orang yang memiliki ego yang terlalu besar ini akan membuat ia tersiksa karena nyatanya, di dunia ini, kita tidak selalu bisa membalas kesalahan/kejahatan orang lain.

Selain tidak membebaskan orang yang bersalah dari balasan atas perbuatannya, memberi maaf juga tidak mengubah nilai perbuatanya – dari yang awalnya salah menjadi benar. Meskipun kita memaafkan orang lain yang bersalah kepada kita, tidak berarti perbuatannya menjadi benar.

Memberi maaf berarti menerima kenyataan bahwa ada orang lain yang berbuat salah kepada kita, dan tidak memberi maaf berarti mengingkari kenyataan ini. Perbuatan salah tetaplah salah. Dan seperti kita pahami sebelumnya, kalau suatu perbuatan sudah melanggar hukum positif, maka si pelaku harus menanggung akibatnya (seperti masuk penjara, membayar denda, atau bahkan hukuman mati).

Memberi maaf sebenarnya lebih untuk kebaikan orang yang memberi maaf daripada kebaikan orang yang dimaafkan. Memang maaf bisa membuat orang yang berbuat salah merasa lega. Maaf juga bisa menjaga hubungan baik, tetap langgeng, apalagi dengan atasan. Tapi lebih dari itu maaf akan membebaskan yang bersangkutan dari beban emosi yang bisa merusak mental dan tubuh.

Anda tentu tahu ada banyak orang tua yang jatuh sakit, misalnya, hanya karena tidak bisa (mau?) menerima fakta bahwa anaknya bersalah. Karena itu, setiap kali anda merasa diperlakukan salah, maafkanlah. Maafkanlah bahkan sebelum yang bersangkutan meminta maaf; maafkanlah meskipun yang bersangkutan tidak meminta maaf. Karena memberi maaf lebih untuk kebaikan anda daripada orang yang anda beri maaf.

Di bagian pertama kita telah memahami bahwa kita tidak berhak menghukum orang yang berbuat salah kepada kita. Kedua, kita juga sudah memahami, kita maafkan atau tidak, orang yang bersalah pasti akan menerima balasan (konsekuensi) atas kesalahannya.

Pertanyaannya, siapa yang berhak membalas orang yang berbuat salah, dimana dan kapan? Dialah Tuhan yang Maha Kuasa dan Adil. Karena itu, kunci ketiga agar lebih mudah memaafkan orang lain adalah menyerahkan urusan kesalahan orang lain kepada Tuhan. Selain ada aturan formal buatan manusia, Tuhan pasti membalas perbuatan setiap orang; dan Ia membalasnya dengan yang setimpal.

Setiap orang pasti menerima konsekuensi dari tingkah lakunya. Jika baik, maka akan berbalas baik. Dan jika buruk maka balasannya juga buruk. Tidak peduli apakah suatu keburukan akan dibalas dengan keburukan yang sama; akan dibalas langsung atau tertunda; akan dibalas di dunia atau di akhirat; yang pasti setiap keburukan pasti dibalas Tuhan; dan Ia membalasnya dengan yang setimpal.

Dalam hidup ini Tuhan menciptakan apa yang kita sebut dengan hukum kekekalan energi. Energi tidak bertambah atau berkurang – hanya berubah bentuk. Semua tingkah laku kita merupakan energi, baik positif maupun negatif. Energi yang kita 'keluarkan' pasti sama dengan yang kita 'terima', meskipun bentuknya bisa berbeda. Karena itu, jika kita menyakiti orang lain, maka 'energi negatif' itu akan kembali kepada kita meskipun dengan bentuk (keburukan) lain.

Kesimpulan

Itulah tiga kunci agar lebih mudah memberi maaf. Ketiga kunci ini akan membebaskan kita dari tekanan dan beban emosi, dan membuat hidup kita lebih tenang dan damai. Pertama, jangan pernah membalas kesalahan orang lain dengan tidak memaafkannya karena, dengan tidak memberi maaf, justru anda akan terus tersiksa dan tertekan. Kedua, berilah maaf karena itu lebih untuk kebaikan diri anda daripada kebaikan orang yang anda maafkan. Ketiga, yakinlah setiap orang (termasuk anda sendiri) pasti akan menerima balasan atas perbuatannya.

Maafkanlah kesalahan orang lain. Biarkan Tuhan melaksanakan wewenangnya dan hiduplah dalam damai. Ke depan, setiap kali anda disakiti oleh orang lain, tak perlu tersinggung, marah, benci, apalagi dendam. Ingat dan gunakanlah ketiga kunci di atas. Ketiga kunci rahasia ini akan membebaskan anda dari penjara mental (ego) menuju kehidupan yang lebih damai dan bahagia.

Related Posts by Categories



Widget by Hoctro | Jack Book

Kursus Online Gratis Membangun Bisnis Informasi di Internet

Ternyata seorang penulis dan pemasar internet bisa menghasilkan Rp. 10 juta per bulan dari bisnis informasi di internet. Dapatkan panduan dasarnya di sini:
Name:
Email Address: